Di dunia seni, hak cipta atau hak kekayaan intelektual (HKI) adalah salah satu bentuk perlindungan penting bagi seniman atas karya mereka. Hal ini memastikan bahwa hasil kreativitas mereka tidak dapat digunakan, diproduksi, atau didistribusikan tanpa izin yang sah.
Urgensi hak kekayaan intelektual semakin meningkat seiring berkembangnya teknologi digital yang memudahkan penyebaran karya seni secara luas. Tanpa adanya perlindungan hukum, karya seni seperti lukisan, lagu, dan patung dapat dengan mudah diambil alih, diubah, atau dikomersilkan oleh pihak lain tanpa komersil yang layak bagi pencipta.
Salah satu kasus yang menyoroti urgensi hak kekayaan intelektual dalam dunia seni adalah kasus “Bilik Telepon dengan Ikan Mas” di Jepang. Kasus ini tidak hanya menunjukkan bagaimana hukum dapat digunakan untuk melindungi ide kreatif seniman.
Kronologi Bilik Telepon Ikan Mas
Kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual “Bilik Telepon dengan Ikan Mas” bermula pada Desember 2000 ketika Nobuki Yamamoto, seorang seniman dari Iwaki, Fukushima, Jepang, memperkenalkan instalasi seni yang unik berupa “ikan mas berenang di bilik telepon”.
Instalasi ini terdiri dari sebuah bilik telepon tua yang diisi dengan udara dan ikan mas hidup, yang menciptakan efek visual dengan menggabungkan elemen-elemen keindahan alam. Gagang telepon yang mengeluarkan gelembung juga menambah estetika karya ini.
Namun, pada Oktober 2011, sebuah organisasi mahasiswa dari Universitas Seni dan Desain Kyoto bernama “Goldfish club” membuat instalasi yang serupa. Karya tersebut dipamerkan di Taman Nakanoshima Osaka pada bulan yang sama.
Pada Oktober 2013, karya tersebut kemudian dipindahkan ke kota Yamatokoriyama, dan dipamerkan di sana menggunakan nama “telepon ikan mas”. Kemudian berpindah ke revitalisasi Yamatokoriyama (organisasi Y).
Selain itu, pada bulan Februari 2014, karya tersebut dipamerkan kembali oleh organisasi Y di jalan perbelanjaan Yamatokoriyama sekitar 4 tahun. Diketahui, hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Nobuki Yamamoto sebagai pencipta karya.
Kota Yamatokoriyama di Prefektur Nara memiliki julukan “kota ikan mas” di Jepang, di mana para pengunjung dapat melihat banyak ikan mas di sana. Tidak heran jika karya ini juga mendapat perhatian yang banyak.
Sengketa Hak Cipta
Pada tahun 2018, Nobuki Yamamoto mengetahui karyanya telah dipublikasi tanpa seizinnya. Kemudian, ia mengajukan gugatan pelanggaran hak kekayaan intelektual ke Pengadilan Distrik Nara.
Keputusan Yamamoto menggugat organisasi Y dan korporasi Y, dilakukan untuk melindungi karyanya. Dengan tuntutan tersebut, kedua tergugat perlu membayar ganti rugi sebesar 3.300.000 yen.
Kasusnya tidak berhenti sampai di situ saja, terdakwa membantah bahwa ide meletakan ikan mas di bilik telepon umum merupakan hal yang umum. Siapapun dapat menciptakan karya tersebut dan bukanlah sesuatu yang orisinil.
Terdakwa juga menyertakan kreativitas seninya yang menambahkan telepon genggam pembuat gelembung muncul ketika menaruh ikan mas ke dalam kotak telepon. Hal itu menegaskan bahwa karya tersebut dibuat atas dasar pemikirannya, dan bukan meniru karya Yamamoto. Para terdakwa juga menambahkan beberapa argumen:
- Memasukan ikan mas ke dalam kotak selain akuarium merupakan sebuah ekspresi yang dapat dirancang oleh siapapun.
- Karya tersebut hanya dipamerkan secara terbatas di Prefektur Tokyo, Saitama, Kanagawa, dan Fukushima. Rentan waktu tersebut juga berlangsung lama, antara tahun 1998 hingga 2001.
Argumen tersebut memperkuat bahwa terdakwa tidak memiliki kesempatan untuk mengakses karya Yamamoto yang hadir di tahun setelahnya.
Yamamoto berpendapat bahwa kedua karya seni tersebut memiliki kemiripan yang signifikan, sehingga sulit membayangkan karya tergugat diciptakan tanpa inspirasi dari karyanya.
Pengadilan Distrik Nara meninjau gugatan tersebut dan memutuskan bahwa karya Yamamoto bukanlah karya yang mendapatkan perlindungan hukum. Pengadilan juga menilai elemen yang ada dalam karya seni tersebut, seperti kotak telepon dan gagang telepon yang menghasilkan gelembung merupakan kreativitas yang sangat umum.
Pengadilan mengakui secara spesifik karya tersebut terlihat sama, namun tidak cukup untuk menyebut bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran hak cipta.
Dengan demikian, pengadilan memutuskan untuk tidak meninjau gugatan yang ada, dikarenakan hasilnya tidak akan cukup untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan organisasi Y dan korporat Y.
Putusan Pengadilan
Pengadilan Distrik Nara menolak klaim pertama Yamamoto. Pengadilan berpendapat bahwa konsep dasar “Bilik telepon dengan ikan mas” yang menggabungkan elemen alam bukanlah ide yang dapat dilindungi hak cipta.
Pengadilan juga mencatat bahwa penggunaan gelembung udara dari gagang telepon adalah sesuatu yang umum dan tidak unik, sehingga tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum cipta.
Putusan awal ini menimbulkan sentimen di kalangan seniman dan komunitas kreatif, karena menunjukkan bahwa ide-ide artistik yang terwujud dalam bentuk fisik tidak selalu mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Bagi banyak seniman, keputusan ini tampaknya menandakan bahwa karya mereka bisa saja disesuaikan atau dibuat oleh orang lain tanpa konsekuensi hukum.
Yamamoto kembali mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Osaka. Pada Januari 2021, pengadilan ini membatalkan putusan sebelumnya, menyatakan bahwa karya seni Yamamoto memang dilindungi oleh Undang-Undang hak kekayaan intelektual Jepang.
Pengadilan Tinggi Osaka berpendapat bahwa instalasi seni Yamamoto adalah ekspresi kreatif yang orisinal dan unik, dan oleh karena itu berhak mendapatkan perlindungan. Pengadilan juga memerintahkan ganti rugi sebesar JPY 550.000 dibayarkan terhadap Nobuki Yamamoto.
Keputusan ini menggarisbawahi bahwa meskipun ide dasar mungkin tidak dapat dilindungi, implementasi spesifik dan ekspresi kreatif dari ide tersebut adalah hak eksklusif penciptanya.
Dari kasus ini, Anda tentu bisa belajar banyak terkait hak kekayaan intelektual. Jadi, penting untuk melindungi karya seni Anda dengan kekuatan hukum yang tepat. Misalnya, melalui perlindungan hak cipta di Am Badar & Am Badar, sebagai firma hukum terkemuka dengan keahlian mendalam pada bidang kekayaan intelektual.
Dampak Kasus Bagi Seniman & Kreator
Kemenangan Yamamoto dalam kasus hak kekayaan intelektual ini membawa dampak yang signifikan bagi komunitas seniman dan kreator di Jepang dan secara global, di antaranya:
- Menunjukkan bahwa seniman memiliki hak untuk melindungi karya mereka dari penggunaan yang tidak sah, bahkan jika karya tersebut dianggap sebagai interpretasi dari konsep yang umum.
- Memperkuat pentingnya hak kekayaan intelektual dalam melindungi keutuhan dan keunikan karya seni.
- Memberikan preseden penting bagi pelestarian hak cipta di masa depan, terutama yang melibatkan seni kontemporer dan instalasi yang sering kali melibatkan penggunaan elemen-elemen sehari-hari dalam cara yang kreatif.
- Menimbulkan kesadaran di kalangan seniman dan pelaku industri kreatif tentang pentingnya mengambil langkah-langkah masif untuk melindungi karya mereka.
Putusan ini menunjukkan bahwa hukum dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan seniman untuk melindungi karya mereka, bahkan dalam konteks yang kompleks dan tidak konvensional.
Kasus ini juga menunjukan tipisnya batasan antara inspirasi dan meniru karya orang lain. Para seniman juga perlu memahami bagaimana karya yang dilindungi dan karya yang tidak dilindungi oleh hukum.
Bagi para seniman dan pencipta, melindungi karya adalah langkah penting dalam menjaga keutuhan dan nilai dari karya seni itu sendiri. Kasus ini menunjukkan bahwa pengadilan dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap karya seni, bahkan jika karya tersebut diadaptasi atau dimodifikasi oleh pihak lain.
Am badar & Am Badar menawarkan layanan konsultasi dan perlindungan hak cipta untuk memastikan karya seni Anda tetap aman dan dilindungi oleh hukum. Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut! Baca juga artikel lainnya di blog Am Badar & Am Badar.