Komersialisasi Review Film Dapat Melanggar Hak Cipta

Read Time: 3 minutes

Serial Squid Game yang baru-baru ini tayang di layanan streaming berbayar Netflix, menjadi trending topic di seluruh dunia. Belum sampai dua minggu perilisannya, Squid Game sudah berada di puncak 10 film teratas global Netflix. Para content creator asal Indonesia pun membuat dan membagikan pengalaman serta me-review filmnya setelah menonton serial ini dan mengunggahnya di akun YouTube mereka.

Me-review sebuah film adalah pekerjaan yang menarik, tidak peduli apakah film itu direkomendasikan untuk ditonton atau tidak, beberapa kritikus kadang hanya menekankan sisi negatif untuk memancing besarnya jumlah penonton, demi mendulang adsense. Tapi apakah boleh mereview dengan cara mengunggah sebagian atau seluruh film tersebut di YouTube demi mendapatkan adsense?

Sebelumnya menjawabnya, kita simak dulu apa dan bagaimana Hak Cipta itu bekerja. Seorang penonton film, baik di bioskop atau layanan streaming berlangganan tidak berhak atas Hak Eksklusif yang dimiliki oleh pencipta/ pemegang Hak Cipta hanya karena dia telah membayar tiket bioskop atau membayar biaya langganan per bulan.

Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tertera Hak Eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak eksklusif tersebut terbagi dua yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi.

Pasal 8 Undang-Undang Hak Cipta mengatakan bahwa Hak Ekonomi merupakan Hak Eksklusif pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Hak Eksklusif ini diatur dalam Pasal 9 ayat 1, di antaranya terdapat hak untuk menerbitkan ciptaan, penggandaan, pendistribusian, dan pengumuman ciptaan.

Namun Hak Eksklusif ini juga dapat dialihkan. Berdasarkan Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta, hak tersebut bisa beralih atau dialihkan melalui pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Jadi, apabila seseorang hanya membayar tiket untuk menonton di bioskop atau sudah berlangganan di layanan streaming, tidak serta merta memiliki semua Hak Eksklusif yang dimiliki oleh pencipta/pemegang Hak Cipta sebagaimana disebutkan di atas.

Tapi bukankah banyak bertebaran video-video review yang tidak hanya menampilkan foto, tapi juga potongan klip bahkan spoiler dari film yang baru tayang? 

Dalam Hak Cipta terdapat doktrin fair use yang hadir untuk menyeimbangkan hak pemilik Hak Cipta dengan kepentingan masyarakat dalam mengizinkan penyalinan dalam keadaan terbatas. Fair use adalah pernyataan hukum yang menyatakan bahwa Anda dapat menggunakan kembali materi yang dilindungi Hak Cipta, dalam kondisi tertentu tanpa perlu memperoleh izin dari pemilik Hak Cipta.

Namun apabila review tersebut sudah digunakan untuk mendapatkan adsense alias komersil, apa pun materi yang terkandung di dalamnya, cenderung tidak dianggap sebagai penggunaan wajar alias fair use. Hal ini sesuai dengan Title 17 of United States Code Copyright Law of The United States yang menyebutkan bahwa yang pertama dilihat untuk pembuktian fair use adalah tujuan dan karakteristik penggunaanya, apakah tujuannya komersial atau pendidikan non-profit?

Kemudian dilihat pula sifat dari ciptaannya, menggunakan materi dari karya yang sebagian besar merupakan kejadian nyata, seperti berita atau dokumenter, lebih dapat dianggap sebagai penggunaan wajar dibandingkan dengan menggunakan karya yang benar-benar fiksi. Ketiga, melihat dari jumlah dan banyaknya porsi terkait dengan karya cipta secara keseluruhan. Jika, hal yang diambil dianggap sebagai inti dari karya tersebut, atau bahkan “spoiler”, penggunaan wajar tidak bisa berlaku. Bahkan jika intinya itu hanya digunakan sedikit saja.

Yang terakhir adalah melihat apakah penggunaannya dapat merugikan atau mengurangi potensi dari pemilik Hak Cipta untuk mendapatkan keuntungan dari karya aslinya. Kalau hal ini terbukti, maka review tersebut tidak bisa dianggap sebagai penggunaan wajar. 

Apakah dengan demikian video review kita sudah aman?
Sayangnya tidak. Karena walaupun kita sudah mematuhi fair use, atau telah memberikan pengakuan terhadap pencipta, serta telah memberikan penjelasan sebelum video dimulai, kita bisa sepenuhnya bisa terlindungi. Karena fair use ini bukan ditentukan oleh YouTube atau platform online lainnya, tapi hanya pengadilan yang bisa menentukannya. Hakim akan melihat kasus secara keseluruhan berdasarkan beberapa faktor yang berbeda. Pengadilan akan memeriksa potensi kasus penggunaan wajar atau fair use berdasarkan fakta dari setiap kasusnya.

Setiap negara juga memiliki aturan yang berbeda mengenai kapan suatu materi boleh digunakan tanpa izin pemilik Hak Cipta, serta memiliki konsep serupa yang disebut penggunaan wajar atau fair use yang cara kerjanya mungkin berbeda. Selama pemilik Hak Cipta punya bukti kuat ada haknya yang dilanggar, mengajukan keberatan, dan hakim menyetujuinya, maka pelanggar tidak bisa berlindung dibalik fair use. Maka dari itu, untuk menghindari masalah yang dapat timbul di kemudian hari, sebaiknya Partners menghindari penggunaan materi yang memiliki Hak Cipta dalam video review, termasuk untuk kegiatan non-profit.Jika Partners membutuhkan informasi lebih lanjut  tentang fair use dan Hak Cipta, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui marketing@ambadar.co.id.

Related articles

Related Services

Our related services by article

We provide various legal Intellectual Property services related to the articles you read.

Invest in better future with our services