Marak Pembajakan, Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee Diawasi Amerika

Read Time: 4 minutes

Partners tentu sudah familiar dengan online shopping. Jenis berbelanja yang tergolong mudah dan praktis, telah menjadi andalan masyarakat Indonesia saat ini. Kemunculan COVID-19 juga turut mendorong ketertarikan masyarakat untuk memilih online shopping ketimbang belanja secara langsung di toko offline

Peningkatan ketertarikan tersebut membuat perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang online shopping harus mengusahakan untuk menyediakan layanan yang bukan hanya berkualitas, namun juga berada di belakang garis legal.  

Penyediaan barang-barang yang tergolong melanggar hukum seperti bajakan yang tentunya dilarang di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bukan hanya dapat merugikan pencipta dan yang membeli, namun juga  mempengaruhi reputasi market Indonesia. Terutama apabila perusahaan online shopping yang memberikan platform penjualan kepada pihak yang membajak, merupakan perusahaan ternama. 

Beredar kabar bahwa beberapa perusahaan e-commerce ternama di Indonesia berada di bawah pengawasan Amerika Serikat. Kabar tersebut muncul setelah Negeri Paman Sam itu merilis daftar Notorious Market List 2021. Dalam daftar itu, masuk dua perusahaan e-commerce dalam negeri, seperti Tokopedia dan Bukalapak. Satu lagi perusahaan yang meskipun bukan dibentuk oleh Indonesia tetapi cukup prominen di negara ini,  Shopee

Mengapa Bisa Masuk Notorious Market List 2021?

Notorious Market List memberikan penjelasan yang cukup mendetail mengenai  penyebab Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee dicantumkan dalam list e-commerce yang meresahkan. Untuk Tokopedia, daftar itu menuliskan, “Pemilik hak banyak yang melaporkan tingkat volume dan harga yang tinggi pada pakaian palsu, kosmetik, dan aksesori palsu, buku teks bajakan, dan materi bahasa Inggris bajakan lainnya di platform ini”. 

Sistem penalti untuk pelanggar yang sudah berulang kali membajak atau melanggar hukum maupun peraturan Tokopedia juga dianggap tidak efektif oleh list tersebut. Sementara mengenai Bukalapak, Notorious Market List menyatakan “Sebagian besar produk bermerek di platform ini tidak asli dan mereka secara terang-terangan dinyatakan sebagai ‘replika’ dari barang bermerek”. 

Seperti Tokopedia, Bukalapak juga dianggap tidak efektif dalam memerangi pembajakan di platform mereka. Sehingga, pihak-pihak yang sudah ketahuan memperdagangkan barang palsu  kembali melanjutkan aktivitas ilegal mereka menggunakan akun berbeda. 

Di lain pihak, Shopee juga dilaporkan menjual barang palsu di seluruh cabang platform mereka, kecuali cabang Taiwan. “Pemegang hak melaporkan bahwa prosedur pemberitahuan dan takedown memberatkan, terdesentralisasi, tidak efektif, serta lambat,” ungkap Notorious Market List dalam laporannya. 

Bukalapak, Tokopedia dan Shopee tidak tinggal diam dalam menghadapi situasi ini. Baskara Aditama, selaku AVP of Marketplace Quality di Bukalapak menyatakan bahwa, “ Bukalapak berkomitmen untuk melindungi Kekayaan Intelektual dan melarang penjualan barang-barang palsu dan bajakan di platform kami. Semua pelanggaran terhadap Aturan Penggunaan Bukalapak akan dikenakan sanksi.”

Tokopedia turut menjelaskan bahwa platform mereka bertindak tegas ketika menghadapi pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia. “ Walau Tokopedia bersifat UGC, di mana setiap penjual bisa mengunggah produk secara mandiri, aksi kooperatif pun terus kami lakukan untuk menjaga aktivitas dalam platform Tokopedia tetap sesuai dengan hukum yang berlaku,” terang Ekhel Chandra Wijaya, External Communications Senior Lead di Tokopedia. 

Sementara Shopee menerangkan bahwa perusahaan tersebut melarang diperjualbelikannya produk palsu atau bajakan di platform milik mereka. Upaya melindungi Kekayaan Intelektual dilaksanakan dalam wujud kebijakan serta prosedur yang hadir untuk mengidentifikasi pelanggaran KI. “ Shopee berkomitmen teguh untuk melindungi kekayaan intelektual dan melawan pembajakan. Kami dengan tegas melarang penjualan barang bajakan di platform kami,” jelas Juru Bicara Shopee. 

Kesimpulan yang dapat ditarik dari ulasan Notorious Market List tersebut adalah bahwa perusahaan-perusahaan e-commerce ternama pun memiliki platform yang tidak bersahabat dengan Kekayaan Intelektual. Berlimpahnya barang palsu yang seolah dinormalisasikan, didukung dengan kurang efektifnya sistem mereka dalam melawan pelanggaran Kekayaan Intelektual.

Regulasi Indonesia Melawan Produk Tiruan

Pasal 113 ayat 3 Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa pihak yang melanggar hak ekonomi pencipta dalam wujud penerbitan, penggandaan, pendistribusian atau salinan, dan pengumuman ciptaan untuk kepentingan komersial terancam hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. 

Kemudian pada ayat 4 pasal yang sama juga diatur apabila pelanggaran berupa pembajakan, maka pelaku terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda maksimal Rp 4 miliar.

Lantas mengapa masih marak pembajakan dan pelanggaran Hak Cipta di platform e-commerce? Apakah karena kurang pemahaman? Hal tersebut patut dipertanyakan mengingat pelanggaran hak cipta sebagai kegiatan ilegal sudah merupakan pengetahuan umum. Jika bukan karena kurang pemahaman, mengapa pelaku pelanggaran hak cipta terus melakukan aktivitas ilegal mereka?

Kondisi ini juga tak luput dari kelalaian platform  e-commerce. Pasalnya, mereka juga bertanggung jawab untuk melindungi konsumen dan pemilik hak cipta. Karena itu mereka diwajibkan untuk merancang sistem yang mendukung perlindungan hak cipta sehingga tidak ada tempat bagi pelaku untuk masuk ke dalam platform tersebut. 

Pasal 114 UU Hak Cipta juga turut mengatur mengenai tanggung jawab marketplace sebagai tempat perdagangan. “Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/ atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100 juta.”

Maka platform e-commerce harus aktif dalam berupaya untuk menyingkirkan produk palsu dari platform mereka, baik melalui sistem yang lebih proaktif atau pelaksanaan proses pelaporan yang lebih efektif dan tidak bertele-tele. 

Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mencantumkan sejumlah prinsip yang harus diutamakan penyelenggara e-commerce, yaitu prinsip itikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan serta adil dan sehat. Makna dari masing-masing prinsip tersebut dapat dilihat di bagian penjelasan dari PP tersebut. 

Prinsip akuntabilitas mengharuskan penyelenggara platform e-commerce untuk menjalankan hubungan perdagangan dengan konsumen secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku. Platform e-commerce harus memberikan perlindungan dan upaya mengatasi produk palsu yang diperjualbelikan di platform mereka sebagai wujud tanggung jawab atas tereksposnya pengguna platform terhadap produk palsu tersebut. 

Prinsip transparansi juga turut memberikan kewajiban kepada penyelenggara e-commerce untuk memastikan adanya transparansi informasi seputar pelaku usaha (penyelenggara e-commerce), konsumen, dan barang atau jasa yang merupakan objek dari transaksi. Apabila dilaporkan sebuah produk yang diperjualbelikan  palsu, maka semestinya ada transparansi. Jelaskan kepada pihak yang melapor bahwa sejauh mana perkembangan penanggapan laporan tersebut.

Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia memang sudah berupaya untuk melindungi hak cipta dalam penyelenggaraan e-commerce mereka. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa usaha tersebut masih belum cukup mengingat perusahaan-perusahaan e-commerce tersebut masih mendapati diri mereka di Notorious Market List 2021. 

Bagaimana partners, apakah Anda pernah melihat produk palsu di platform e-commerce? Pelajari lebih lanjut tentang Kekayaan Intelektual di Indonesia melalui situs kami ambadar.co.id atau media sosial resmi kami. Jangan ragu untuk menghubungi kami lewat e-mail marketing@ambadar.co.id untuk layanan Kekayaan Intelektual Anda.

 

Sumber:

  • CNN Indonesia
  • Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
  • Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
  •  2021 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy

Related articles

Related Services

Our related services by article

We provide various legal Intellectual Property services related to the articles you read.

Invest in better future with our services