Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta mengatakan bahwa, produksi massal dari hasil riset dan pengembangan teknologi di Indonesia saat ini masih sedikit, di tengah banyaknya kegiatan riset oleh Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan.
Berdasarkan Data Business Innovation Centre (BIC), diketahui bahwa hanya 8 % dari invensi yang terpilih dalam lima buku serial 100 penemuan baru yang dikeluarkan Kemenristek, yang memasuki tahap produksi massal.1
Indonesia saat ini, menempati peringkat 50 dalam daya saing antar negara dari 144 negara yang disurvey oleh Forum Ekonomi Dunia lewat Global Growth Competitiveness Index. Sedangkan pada tahun sebelumnya, Indonesia telah menduduki peringkat ke-46 dari 142 negara yang disurvey. Peringkat Indonesia ini jauh di bawah negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang menduduki peringkat ke-2, Malaysia peringkat ke-25, Brunei peringkat ke-28, dan Thailand yang menempati peringkat ke-38.
Rendahnya daya saing Indonesia, salah satunya bisa dilihat dari rendahnya publikasi karya ilmiah. Berdasarkan data publikasi internasional, Indonesia selama kurun waktu 2001-2010 hanya menghasilkan 7.843 publikasi ilmiah, jauh dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia yang telah menghasilkan lebih dari 30.000 publikasi ilmiah. 2
Rendahnya publikasi karya ilmiah Indonesia ini sangat berkaitan erat dengan rendahnya kegiatan riset dan pengembangan teknologi, hal ini disebabkan karena faktor rendahnya anggaran riset Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Anggaran riset Indonesia saat ini hanya sekitar 0,9 % dari APBN atau sebesar 0,08 % dari produk domestik bruto (PDB) nasional. (Kompas, 2012). Jika dibandingkan dengan anggaran riset negara-negara lain di kawasan ASEAN pada tahun 2006, anggaran riset Indonesia saat ini sangat jauh tertinggal. Berdasarkan data pada tahun 2006, Singapura telah menganggarkan dana untuk riset sebesar 2,36 % dari PDB nya, Malaysia sebesar 0,63 % dari PDB nya, dan Thailand sebesar 0,25 % dari PDB nya. 3
Keterangan :
– Permohonan Paten berdasarkan asal pemohon. Laporan Tahunan 2011. Dirjen HKI Kementrian Hukum dan HAM RI Tahun 2011. hal.40.
– WIPO Economics and Statistics Series. PCT Yearly Review The International Patent System. 2013. page 28.
– Sistem PCT* : adalah suatu perjanjian internasional untuk mengajukan permohonan Paten di 117 negara anggota. Dengan sistem ini pemohon tidak perlu lagi mengajukan permohonan perlindungan paten ke masing-masing negara yang menjadi tujuan pendaftaran permohonan paten. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan perlindungan internasional atas paten di banyak negara relatif bisa ditekan dan hemat dari segi waktu dibandingkan tanpa melalui sistem PCT.
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa Malaysia telah mengungguli Indonesia dan Thailand dalam hal pengajuan Paten Internasional melalui PCT. Indikasi ini menunjukan bahwa Indonesia telah banyak tertinggal jauh dari Malaysia dalam hal riset teknologi. Data diatas, menunjukan bahwa ada korelasi positif antara peningkatan anggaran riset dan pengembangan teknologi dengan jumlah Paten Internasional yang dihasilkan. Oleh karena itu, peningkatan anggaran riset merupakan salah satu solusi utama, untuk meningkatkan daya saing indonesia di mata negara ASEAN, agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya, dalam upaya untuk menghasilkan Paten Internasional melalui PCT. Selain itu, peningkatan anggaran riset berkorelasi positif pula terhadap peningkatan Paten Internasional melalui PCT yang dihasilkan oleh Universitas dan Lembaga Penelitian milik Pemerintah. Berdasarkan data dari World Intellectual Property Organization (WIPO), pada tahun 2012, Universiti Sains Malaysia (USM) telah mendaftarkan 39 permohonan Paten Internasionalnya melalui PCT dan masuk kedalam urutan ke-45 dari 50 pemohon Paten Internasional melalui PCT yang berasal dari Universitas, mengalahkan Tokyo Institute Of Technology (Jepang) di urutan ke-47 dengan 38 permohonan Paten Internasional melalui PCT dan Yale University (Amerika Serikat) di urutan ke-49 dengan 37 permohonan Paten Internasional melalui PCT, sedangkan Universitas Indonesia tidak masuk sama sekali kedalam daftar 50 besar Universitas di dunia, yang mengajukan permohonan Paten Internasionalnya melalui PCT. 4
Melihat masih rendahnya jumlah permohonan Paten Internasional yang dihasilkan oleh para peneliti dari universitas-universitas di Indonesia, maka sudah saatnya para peneliti indonesia diberikan penjelasan yang lebih mendalam akan pentingnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Salah satunya adalah harus ada sinergi antara sentra HKI yang ada di seluruh Universitas di Indonesia dengan bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sentra HKI di berbagai universitas di Indonesia harus diberikan dana riset yang memadai, untuk mendukung kegiatan riset dan pengembangan teknologi yang dilakukan oleh para penelitinya di berbagai kampus. Selain itu, sentra HKI di berbagai universitas di Indonesia harus secara aktif melakukan kerjasama dengan berbagai Industri di Indonesia, untuk mengkomersialisasikan berbagai Paten yang dihasilkan oleh para penelitinya. Lebih lanjut, strategi konsorsium antara berbagai sentra HKI di berbagai universitas dengan kalangan Industri, sangat perlu dilakukan untuk menjalin kerjasama riset ini, sebagaimana dicetuskan oleh Menteri Riset dan teknologi saat ini Gusti Muhammad Hatta, dengan melakukan pengembangan konsorsium riset atau inovasi, yang melibatkan unsur pengembang (peneliti), industri dan pengguna teknologi (user). Sehingga, hasil-hasil riset teknologi yang dihasilkan oleh para peneliti dari berbagai kampus di Indonesia ini bisa bermanfaat dan bernilai komersial.
Strategi diatas telah dilakukan oleh negara tetangga kita Malaysia, yaitu dengan mendirikan Lembaga Riset Pemerintah, yaitu Mimos Berhad, lembaga riset ini lahir dari konsorsium beberapa peneliti dari berbagai kampus di Malaysia pada tahun 1980, diantaranya adalah Dr. Tengku Mohd Azzman Shariffadeen (Dekan Fakultas Teknik Universiti Malaya), Dr. Mohamed Awang Lah (Universiti Malaya), Dr. Muhammad Ghazie Ismail (Universiti Sains Malaysia), Dr. Mohd Arif Nun (Universiti Teknologi Malaysia) and Dr. Mohd Zawawi Ismail (Universiti Kebangsaan Malaysia). Para Peneliti dari berbagai kampus tersebut telah bersinergi untuk membangun sebuah lembaga penelitian di bidang teknologi mikroelektronika untuk mendukung pertumbuhan Industri dalam negeri Malaysia.5
Saat ini Mimos Berhad, telah masuk kedalam jajaran 6 besar dari 30 besar lembaga penelitian pemerintah yang mengajuakan Paten Internasionalnya melalui PCT. Pada tahun 2012, lembaga ini telah mengajukan sebanyak 146 Paten Internasionalnya melalui PCT. Sedangkan lembaga penelitian milik pemerintah Indonesia maupun Thailand, tidak ada satupun yang masuk kedalam jajaran 30 besar. Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemerintah, agar kiranya pemerintah Indonesia bisa membangun sinergi yang harmonis antara ABG (Academics, Business, Government) sebagaimana dikatakan oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi, Prof. Kusmayadi Kadiman, selain itu pemerintah harus lebih meningkatkan lagi insentif bagi para penelitinya, serta meningkatkan alokasi dana riset minimal 1 % dari alokasi PDB-nya. Jika hal ini dilakukan, niscaya Indonesia akan mampu dan bisa mengejar ketertinggalannya dari Malaysia.
Sumber :
1. Produksi Massal Hasil Riset Masih Sedikit dalam www.antaranews.com/berita/391404/produksi- massal-dari-hasil-riset-masih-sedikit).
2. Soal Daya Saing Indonesia Urutan 50 dalam http://www.antaranews.com/berita/363486/soal- daya-saing-indonesia-urutan-50).
3. Dana Penelitian & Pengembangan tahun 2006 dalam Indikator Ekonomi Berbasis Pengetahuan, Ristek 2009.
4. Top 50 PCT applicants, Universities dalam WIPO Economics and Statistics Series. PCT Yearly Review The International Patent System. 2013. page 35.
5. Mimos Berhad dalam http://en.wikipedia.org/wiki/MIMOS.
Ditulis Oleh :
Agus Candra Suratmaja
Staf Manajemen Strategis Am Badar & Partners